Menurut Harun
Nasution filsafat
adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tak terikat
tradisi, dogma atau agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke
dasar-dasar persoalan. Secara umum Filsafat adalah pandangan hidup seseorang
atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan
sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan
segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan
menyeluruh dengan segala hubungan.
Filsafat
Ilmu
Menurut The Liang Gie
(1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu
merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya
bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan
ilmu.
Filsafat ilmu merupakan
penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu berubah mengikuti
perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan
lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini
senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan
(sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Dengan demikian setiap
perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam
kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari suatu segi
dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari
sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu
pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya
merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu
sendiri. Sementara ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia.
Ilmu
Pengetahuan sebagai Sketsa Umum Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu.
Semakin banyak manusia
tahu, semakin banyak pula pertanyaan yang timbul dalam dirinya. Manusia ingin
mengetahui tentang asal dan tujuan hidup, tentang dirinya sendiri, tentang
nasibnya, tentang kebebasannya, dan berbagai hal lainnya. Sikap seperi ini pada
dasarnya sudah menghasilkan pengetahuan yang sangat luas, yang secara metodis
dan sistematis dapat dibagi atas banyak jenis ilmu.
Ilmu-ilmu pengetahuan
pada umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia dan
memecahkan berbagai persoalan hidup. Berbeda dari binatang, manusia tidak dapat
membiarkan insting mengatur perilakunya. Untuk mengatasi masalah-masalah,
manusia membutuhkan kesadaran dalam memahami lingkungannya. Di sinilah ilmu-ilmu
membantu manusia mensistematisasikan apa yang diketahui manusia dan
mengorganisasikan proses pencariannya.
Pada abad modern ini,
ilmu-ilmu pengetahuan telah merasuki setiap sudut kehidupan manusia. Hal ini
tidak dapat dipungkiri karena ilmu-ilmu pengetahuan banyak membantu manusia
mengatasi berbagai masalah kehidupan. Prasetya T. W. dalam artikelnya yang
berjudul “Anarkisme dalam Ilmu
Pengetahuan Paul Karl Feyerabend” mengungkapkan bahwa ada dua alasan
mengapa ilmu pengetahuan menjadi begitu unggul. Pertama, karena ilmu
pengetahuan mempunyai metode yang benar untuk mencapai hasil-hasilnya. Kedua,
karena ada hasil-hasil yang dapat diajukan sebagai bukti keunggulan ilmu
pengetahuan. Dua alasan yang diungkapkan Prasetya tersebut, dengan jelas
menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan memainkan peranan yang cukup penting dalam
kehidupan umat manusia.
Akan tetapi, ada pula
tokoh yang justru anti terhadap ilmu pengetahuan. Salah satu tokoh yang cukup
terkenal dalam hal ini adalah Paul Karl Feyerabend. Sikap anti ilmu
pengetahuannya ini, tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri,
tetapi anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali melampaui
maksud utamanya. Feyerabend menegaskan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tidak
menggunguli bidang-bidang dan bentuk-bentuk pengetahuan lain. Menurutnya,
ilmu-ilmu pengetahuan menjadi lebih unggul karena propaganda dari para ilmuan
dan adanya tolak ukur institusional yang diberi wewenang untuk memutuskannya.
Sekalipun ada berbagai
kontradiksi tentang keunggulan ilmu pengetahuan, tidak dapat disangkal bahwa
ilmu pengetahuan sesungguhnya memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari peranan ilmu pengetahuan dalam membantu
manusia mengatasi masalah-masalah hidupnya, walaupun kadang-kadang ilmu
pengetahuan dapat pula menciptakan masalah-masalah baru.
Meskipun demikian, pada
kenyataannya peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah
kehidupannya sesungguhnya terbatas. Keterbatasan itu terletak pada cara kerja
ilmu-ilmu pengetahuan yang hanya membatasi diri pada tujuan atau bidang
tertentu. Karena pembatasan itu, ilmu pengetahuan tidak dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang keseluruhan manusia. Untuk mengatasi masalah ini,
ilmu-ilmu pengetahuan membutuhkan filsafat. Sehingga filsafat dianggap menjadi
hal yang penting.
Fenomenologi
Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan
Secara epistemologi
dalam gejala terbentuknya pengetahuan manusia itu, yaitu antara kutub si
pengenal dan kutub yang dikenal, atau antara subyek dan obyek. Walaupun secara
tegas keduanya berbeda, akan tetapi untuk membentuk sebuah pengetahuan keduanya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan keduanya wajib ada karena merupakan
suatu kesatuan asasi bagi terwujudnya pengetahuan manusia.
Dalam hal ini
pengetahuan dan ilmu pengetahuan, subyek adalah manusia dengan akal budinya,
sedangkan obyek adalah kenyataan yang diamati dan dialami di alam semesta ini.
Suatu kenyataan bahwa supaya ada pengetahuan, subyek harus terarah kepada
obyek, dan sebaliknya obyek harus terbuka dan terarah kepada subyek.
Pengetahuan adalah
peristiwa yang terjadi dalam diri manusia. Maka tanpa ingin meremehkan peran
penting dari obyek pengetahuan, manusia sebagai subyek pengetahuan memegang
peranan penting. Keterarahan manusia terhadap obyek jadinya merupakan faktor
yang sangat menentukan bagi munculnya pengetahuan manusia.
Pengetahuan terwujud
kalau manusia sendiri adalah bagian dari obyek. Dari realitas alam semesta ini,
berkat unsure jasmaniyah, manusia mampu menangkap obyek yang ada di sekitarnya
karena tubuh jasmani manusia adalah bagian dari realitas alam semesta ini,
serta dengan bantuan jiwa dan akal budinya, manusia mampu mengangkat
pengetahuan abstrak tentang berbagai obyek lain serta bersifat temporal,
konkrit, jasmani-inderawi tadi ke tingka abstrak dan karena itu universal.
Pengetahuan manusia
tidak hanya berkaitan dengan obyek konkrit, khusus yang dikenalnya melalui
pengamatan inderawinya, melainkan juga melalui itu dimungkinkan untuk sampai
pada pengetahuan abstrak tentang berbagai obyek lain secara teoritis dapat
dijangkau oleh akal budi manusia.
Pengetahuan manusia yang
bersifat umum dan universal itulah memungkinkan untuk dirumuskan dan
dikomunikasikan dalam bahasa yang bersifat umum dan universal untuk bias dipahami
oleh siapa saja dari waktu dan tempat mana saja. Berkat refleksi ini pula
pengetahuan yang semula bersifat langsung dan spontan, kemudian diatur dan
dilakukan secara sistematis sedemikian rupa, sehingga isinya dapat
dipertanggungjawabkan, atau dapat pula dikritik dan dibela, maka lahirlah apa
yang kita kenal sebagai Ilmu Pengetahuan.
Jadi Ilmu Pengetahuan
muncul karena apa yang sudah diketahui secara spontan dan langsung tadi,
disusun dan diatur secara sistematis dengan menggunakan metode tertentu yang
bersifat baku.
Filsafat Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan
Franz Magnis Suseno
mengungkapkan dua arah filsafat dalam usaha mencari jawaban dari berbagai
pertanyaan sebagai berikut: pertama, filsafat harus mengkritik jawaban-jawaban
yang tidak memadai. Kedua, filsafat harus ikut mencari jawaban yang benar.
Kritikan dan jawaban yang diberikan filsafat sesungguhnya berbeda dari
jawaban-jawaban lain pada umumnya. Kritikan dan jawaban itu harus dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional.
Pertanggungjawaban rasional pada hakikatnya berarti bahwa setiap langkah harus
terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan, serta harus dipertahankan
secara argumentatif dengan argumen-argumen yang objektif. Hal ini berarti bahwa
kalau ada yang mempertanyakan atau menyangkal klaim kebenaran suatu pemikiran,
pertanyaan dan sangkalan itu dapat dijawab dengan argumentasi atau
alasan-alasan yang masuk akal dan dapat dimengerti.
Dari berbagai penjelasan
di atas, tampak jelas bahwa filsafat selalu mengarah pada pencarian akan
kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan
yang ada secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja
penilaian itu harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan
filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap berbagai kritikan dan
masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari.
Inilah yang menunjukkan
kekhasan filsafat di hadapan berbagai ilmu pengetahuan yang ada. Filsafat
selalu terbuka untuk berdialog dan bekerjasama dengan berbagai ilmu pengetahuan
dalam rangka pencarian akan kebenaran. Baik ilmu pengetahuan maupun filsafat,
bila diarahkan secara tepat dapat sangat membantu kehidupan manusia.
Membangun ilmu
pengetahuan diperlukan konsistensi yang terus berpegang pada paradigma yang
membentuknya. Kearifan memperbaiki paradigma ilmu pengetahuan nampaknya
sangat diperlukan agar ilmu pengetahuan seiring dengan tantangan zaman, karena
ilmu pengetahuan tidak hidup dengan dirinya sendiri, tetapi harus mempunyai
manfaat kepada kehidupan dunia.
Sumber:
Andri wiranata .
(2013). Makalah filsafat ilmu tentang
peranan filsafat dalam ilmu pengetahuan. Diakses 08 September 2015, dari
Khalid
Amr. (2015). Pengertian filsafat menurut
para tokoh. Diakses 08 September 2015, dari